Sabtu, 19 Januari 2013
MIDODARENI : Cantik Laksana Bidadari
Midodareni adalah salah satu rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa menjelang akad nikah. Kata midodareni memiliki arti widodari yang bermakna bidadari. Putri cantik nan jelita yang berasal dari khayangan. Di malam midodareni tersebut, mitos yang dipercaya oleh sebagian masyarakat tradisional Jawa bahwa Dewi Nawangwulan akan turun ke bumi. Sang dewi akan menghampiri calon pengantin wanita untuk menyempurnakan kecantikannya.
Pada hakikatnya prosesi Midodareni adalah meminta berkah Tuhan Yang Maha Esa agar memberikan keselamatan bagi pemangku hajat dan calon mempelai pada saat hari pernikahan. Secara khusus, pemangku hajat juga mengharapkan turunnya aura kecantikan bagi calon pengantin wanita, sehingga kecantikannya diibaratkan bidadari.
Malam Midodareni memiliki tata krama, dimana calon pengantin wanita hanya diperbolehkan berada di kamar pengantin saja. Ia hanya dapat dilihat oleh para kerabat, tamu wanita dan sahabat-sahabat dekatnya. Prosesi ini umumnya berlangsung mulai matahari terbenam hingga tengah malam menjelang (pk. 18.00 sd 24.00). Sepanjang malam midodareni, calon pengantin wanita mengenakan busana kebaya tanpa mengenakan perhiasan kecuali cincin kawin. Make up-nya pun ditata lebih polos dan sederhana tetapi tetap menampilkan aura kecantikan seorang bidadari.
Pada malam tersebut, calon pengantin pria datang ke rumah calon pengantin wanita didampingi oleh kedua orang tua dan para kerabatnya. Prosesi ini disebut dengan 'Njonggol' atau Menampakkan Diri. Saat itu pula, sang pria membawa bingkisan yang disebut 'Seserahan' dan berjumlah ganjil. Pada momen tersebut, calon pengantin pria datang dengan menunjukkan kesungguhannya untuk menikahi sang pujaan hati kepada kedua orang tua calon pengantin wanita. Setelahnya, Ibunda pengantin wanita kemudian mendatangi putrinya untuk menanyakan kemantapan hati serta kesiapan menjadi seorang istri yang disebut sebagai prosesi 'Tantingan'.
Setelah prosesi tantingan, orang tua pengantin wanita memberikan wejangan kepada calon pengantin pria yang disebut 'Catur Wedha'. Makna dari wajangan ini adalah Empat Pedoman Hidup sebagai bekal kepada calon pengantin dalam membangun rumah tangga yang baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta, hubungan antar suami istri dan keluarga, serta dalam masyarakat yang saling bertoleransi. Inti dari Catur Wedha tersebut adalah 1) Hangayomi artinya melindungi ; 2) Hangayani artinya mencukupi & mensejahterakan ; 3) Hangayemi artinya memberi kenyamanan ; 4) Hanganthi artinya menuntun dan memimpin.
Setelah pembacaan Catur Wedha diteruskan silaturahmi antar keluarga calon pengantin wanita dan pria. Acara ini disebut dengan 'Wilujengan Majemukan' yang bermakna adanya keiklasan masing-masing keluarga untuk saling berbesanan dan menerima kedua pengantin dalam ikatan kekerabatan. Di penghujung prosesi, ibunda calon pengantin wanita menyerahkan Angsul-Angsul atau oleh-oleh berupa seperangkat makanan yang dibawa pulang oleh orang tua calon pengantin pria. Prosesi Midodareni pun berakhir dengan memberi makna yang mendalam bagi kedua calon pengantin dan keluarga untuk menyambut dan mempersiapkan diri untuk melangsungkan Akad Nikah di keesokan harinya.
Selamat kepada dr. SHISTY & dr. ARIE, semoga selalu bahagia dalam mengarungi bahtera kehidupan.
Terima kasih kepada : dr. SHISTY & dr. ARIE
Make Up : Savitri Wedding
Decoration : Savitri Decor
Photo & Video : Sublimity Creative Imaging