Sabtu, 06 April 2013

ANTONIO BLANCO & NI RONDJI : Legenda Cinta Tepi Campuhan Ubud

Ni Rondji, Mario Blanco, Antonio Blanco & Cempaka Blanco

Antonio Blanco dan Ni Rondji adalah legenda romantika cinta yang berada diantara impian & kenyataan. Sebuah kisah petualangan seorang pelukis hingga menjadi maestro "expressive romantic" yang diakui dunia. Dan, seorang wanita penari tradisional Bali nan sederhana yang menjadi roh bagi lukisan sang maestro. Kisah dua insan yang memberi inspirasi arti sebuah kebersamaan, ketabahan, dan visi dalam mengarungi jagad raya kehidupan.
  
Blanco adalah seorang pengelana waktu dan imaginasi. Terlahir dari ayah seorang dokter berdarah Spayol dan ibu berasal dari Italia. Blanco dilahirkan di Distrik Ermita, Manila, Philipina pada 15 September 1911. Masa kecil dilalui dengan kegemarannya akan seni & bahasa. Dimana saat remaja jiwa petualang memanggilnya, ia menyeberang ke Amerika Serikat untuk menempuh pendidikan di National Academy of Art, New York. Kemudian, ia bekerja sebagai pekerja seni di pusat perfilman dunia, Hollywood, California.

 
Puri Ubud 1910

Daya tarik Samudera Pasifik yang sering dilihatnya sepanjang waktu dari pantai California  memancing hasrat seninya. Ia selalu berangan-angan untuk bisa menjelajah pulau-pulau  sepanjang Pasifik. Gemerlap Hollywood tidak dapat membiusnya. Ia akhirnya memulai perjalanan panjang yang diimpikan. Hawaii menjadi tujuan pertama, kemudian Blanco berlayar Jepang dan berlabuh di Cambodia. Di negeri seribu candi ini ia menjadi tamu kehormatan Pangeran Norodom Sihanok.

Blanco baru tiba di Bali tahun 1952, pulau dewata ini langsung membuatnya jatuh hati. Desa seni Ubud - Gianyar-lah yang berhasil menghentikan langkahnya. Tempat impian ini memberikan limpahan karunia yang membangkitkan gelora melukisnya. Pemandangan nan indah dengan sungai berkelok, bukit menghijau, sawah berudak-undak, daun pohon yang menari-nari dan wanita cantik nan eksotik serta masyarakat yang sangat mencintai kesenian mendekatkan mimpi Blanco menjadi kenyataan.   

Antonio Blanco di Ubud 1952

Adalah seorang gadis penari Bali bernama Ni Rondji dari Desa Penestaan, Ubud berhasil memikat hati sang pelukis. Penari ini awalnya adalah wanita model bagi lukisan Blanco. Rondji si gadis desa nan cantik alami khas Bali yang gemar menari semenjak remaja. Talenta alami, hasrat jiwa dan lingkungan seni membentuknya menjadi penari yang nyaris sempurna. Keinginan belajarnya pun sangat tinggi, ia pernah berguru pada empu tari bernama I Maria dari Tabanan.

Cinta Blanco kepada Ni Rondji ditasbihkan pada pernikahan sederhana tahun 1953. Ubud nan indah bagai lukisan dewata menjadi saksi romansa cinta mereka. Sepasang kekasih ini saling berbagi kebahagiaan dalam kebersahajaan. Menjadi isteri seorang pelukis seni murni mengharuskan Rondji hidup tabah luar biasa. Blanco berprinsip "Rela tidak memiliki sepesar uang daripada menjual lukisan. Uang cepat habis tetapi lukisan tidak". Rondji pun berusaha memahami sepenuh hati & memang pada akhirnya ia mengakui prinsip Blanco tersebut benar  .....

 Antonio Blanco & Presiden Soekarno

Saat pertama kali datang di Ubud tahun 1952, Raja Ubud yang visioner dari Puri Saren Ubud bernama Tjokorda Gde Agung Sukawati telah melihat kejeniusan melukis dan potensi diplomasi sang tamu. Blanco yang menguasai enam bahasa membuat Sang Raja dengan suka cita memberi tanah seluas 2 hektar di sebuah bukit hijau tepian Sungai Campuhan Ubud. Syaratnya, Blanco harus mempromosikan Ubud dan Bali kepada  teman-teman di penjuru manca negara.

Di tempat pemberian Raja Ubud inilah, Blanco membangun keluarga kecilnya sambil menumpahkan hasrat melukisnya.Didampingi sang istri tercinta, Blanco terus melukis sepanjang waktu & sangat jarang keluar rumah. Ni Rondji-lah yang banyak mengambil peran sebagai 'penghubung' antara keluarganya dengan masyarakat Ubud. Tempaan hidup sejak kecil & kemampuan multi tasking seorang wanita menjadikan ia menjadi pendamping suami yang setia, sekaligus menekuni tari dan membesarkan anak-anaknya. Semua dilakukan dengan tulus iklas atas nama cinta yang mendalam untuk Blanco, keluarga dan masyarakatnya.

 Presiden Soekarno, Antonio Blanco & Ni Rondji

 Antonio Blanco & Ni Ronji di Amerika 1957

Kemahiran Ni Rondji menari merupakan hikmah besar bagi Blanco & masyarakat Ubud. Ia sering mendampingi teman-teman sang suami dari berbagai negara. Bahkan orang nomor satu Indonesia saat itu, Presiden Soekarno yang juga pecinta seni sering meminta Ni Rondji menari di hadapannya. Beberapa bintang film Hollywood kenalan Blanco beberapa kali berkunjung ke kediaman mereka yang rimbun dan asri. Rondji ikut mengenalkan Ubud & budaya Bali kepada setiap orang yang mampir ke tempat tinggal mereka.

Sesuai janjinya kepada Raja Ubud, tahun 1957 Blanco & Rondji melawat ke Amerika. selama 2 tahun. Mereka berkeliling dari kota ke kota untuk mengunjungi tokoh-tokoh terpandang. Rondji mendapat 'tugas' menari untuk mengenalkan budaya Bali yang luhur & humanis kepada masyarakat Amerika. Sepanjang lawatan, ia selalu mengenakan busana tradisional Bali walau kadang suhu udara dingin menggigilkan tubuhnya. Tapi tekad mereka bulat untuk mempromosikan Ubud & Pulau Dewata kepada sebanyak-banyaknya orang Amerika sebagaimana titah Sang Raja.  

Ni Ronji dalam lukisan Antonio Blanco 

Jerih payah mereka dalam waktu yang cukup panjang, akhirnya membuahkan hasil. Banyak kenalan & masyarakat Amerika berkunjung ke Ubud. Bahkan tidak sedikit seniman memilih tinggal di desa seni ini untuk mendalami seni. Yang pada akhirnya ikut memperkaya keanekaragaman seni budaya Bali. Blanco & Rondji juga menjadi narasumber bagi para penulis maupun peneliti kebudayaan Bali. Sebuah sumbangsing yang tak terhingga bagi Ubud, Bali dan Indonesia.

Antonio Blanco dalam perjalan karir melukisnya menerima berbagai penghargaan kelas dunia. Antara lain Tiffany Fellowship dari The Society of Honolulu Artists, Society of Painters of Fine Art Quality dari Presiden RI Soekarno, Chevelier du Sahametrai dari Cambodia, Cruz de Caballero dari Raja Juan Carlos Spayol dan memberi gelar "Don" di depan namanya. Banyak lagi penghargaan yang diterima Blanco atas sumbangannya pada seni lukis dan kebudayaan. 
Lukisan Antonio Blanco untuk donasi Children of The World Foundation

Salah satu keinginan terbesar Blanco adalah memiliki museum bagi karya-karya seninya. "The Blanco Renaissance Museum" pada akhirnya dibangun mulai 28 Desember 1998. Berlokasi di lingkungan tempat tingganya, bangunan bergaya klasik Eropa yang perpadu apik dengan nilai-nilai filosofi & kearifan budaya Bali berdiri megah. 

Museum dengan gerbang unik berbentuk ukiran telinga raksasa memiliki arti agar Blanco senantiasa lebih banyak mendengar dari orang sekitarnya. Sebuah filosofi mendalam yang kini sudah banyak dilupakan orang. Museum ini menyimpan lebih dari 300 karya Blanco yang menggambarkan kronologis perjalanan seni sang pelukis dari masa muda hingga mencapai tahap paripurna. 


The Blanco Renaissance Museum - Ubud, Giayar

Di akhir perjalanan hidup sang maestro, Don Antonio Maria Blanco menutup lembaran hidupnya tanggal 10 Desember 1999 di usia 88 tahun di Denpasar Bali. Ia dikremasi dengan upacara Ngaben dalam prosesi Agama Hindu sesuai keyanikannya di Campuhan, Ubud. Ribuan orang hadir melepas kepergian salah satu maestro seni terbaik Bali.

Kurang dari setahun kemudian, Ni Rondji menyusul suami tercinta menghadap Sang Pencipta. Ia meninggal dunia di Denpasar pada bulan November 2010. Kedua belahan jiwa ini kini telah kembali ke Sang Pemilik Hidup dengan meninggalkan inspirasi, semangat, dan karya-karya bagi dunia dan generasi berikutnya.


The Autobiagraphy of Antonio Blanco

Antonio Blanco & Ni Rondji meninggalkan 4 orang putra putri, yaitu : Cempaka Blanco, Mario Blanco (diambil dari nama empu tari Ni Rondji, I Maria), Orchid Blanco & Mahadevi Blanco. Dari keempatnya, Mario Blanco-lah yang meneruskan bakat seni sang ayah dan hingga kini menetap di Ubud. Kekuatan & ketulusan cinta mereka berdua dan hasrat untuk saling melengkapi menjadi inspirasi terbesar yang menciptakan sumbangsih besar bagi seni, budaya & kemanusiaan .... 



"SELAMAT HARI KARTINI & MAJULAH KARTINI-KARTINI MUDA INDONESIA"

Materi & Foto disarikan dari berbagai sumber.


Sabtu, 19 Januari 2013

MIDODARENI : Cantik Laksana Bidadari


Midodareni adalah salah satu rangkaian prosesi pernikahan adat Jawa  menjelang akad nikah. Kata midodareni memiliki arti widodari yang bermakna bidadari. Putri cantik nan jelita yang berasal dari khayangan. Di malam midodareni tersebut, mitos yang dipercaya oleh sebagian masyarakat tradisional Jawa bahwa Dewi Nawangwulan akan turun ke bumi. Sang dewi akan menghampiri calon pengantin wanita untuk menyempurnakan kecantikannya.

Pada hakikatnya prosesi Midodareni adalah meminta berkah Tuhan Yang Maha Esa agar memberikan keselamatan bagi pemangku hajat dan calon mempelai pada saat hari pernikahan. Secara khusus, pemangku hajat juga mengharapkan turunnya aura kecantikan bagi calon pengantin wanita, sehingga kecantikannya diibaratkan bidadari.



Malam Midodareni memiliki tata krama, dimana calon pengantin wanita hanya diperbolehkan berada di kamar pengantin saja. Ia hanya dapat dilihat oleh para kerabat, tamu wanita dan sahabat-sahabat dekatnya. Prosesi ini umumnya berlangsung mulai matahari terbenam hingga tengah malam menjelang (pk. 18.00 sd 24.00). Sepanjang malam midodareni, calon pengantin wanita mengenakan busana kebaya tanpa mengenakan perhiasan kecuali cincin kawin. Make up-nya pun ditata lebih polos dan sederhana tetapi tetap menampilkan aura kecantikan seorang bidadari.


Pada malam tersebut, calon pengantin pria datang ke rumah calon pengantin wanita didampingi oleh kedua orang tua dan para kerabatnya. Prosesi ini disebut dengan 'Njonggol' atau Menampakkan Diri. Saat itu pula, sang pria membawa bingkisan yang disebut 'Seserahan' dan berjumlah ganjil. Pada momen tersebut, calon pengantin pria datang dengan menunjukkan kesungguhannya untuk menikahi sang pujaan hati kepada kedua orang tua calon pengantin wanita. Setelahnya, Ibunda pengantin wanita kemudian mendatangi putrinya untuk menanyakan kemantapan hati serta kesiapan menjadi seorang istri yang disebut sebagai prosesi 'Tantingan'.    



Setelah prosesi tantingan, orang tua pengantin wanita memberikan wejangan kepada calon pengantin pria yang disebut 'Catur Wedha'. Makna dari wajangan ini adalah Empat Pedoman Hidup sebagai bekal kepada calon pengantin dalam membangun rumah tangga yang baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta, hubungan antar suami istri dan keluarga, serta dalam masyarakat yang saling bertoleransi. Inti dari Catur Wedha tersebut adalah 1) Hangayomi artinya melindungi ; 2) Hangayani artinya mencukupi & mensejahterakan ; 3) Hangayemi artinya memberi kenyamanan ; 4) Hanganthi artinya menuntun dan memimpin.

  

Setelah pembacaan Catur Wedha diteruskan silaturahmi antar keluarga calon pengantin wanita dan pria. Acara ini disebut dengan 'Wilujengan Majemukan' yang bermakna adanya keiklasan masing-masing keluarga untuk saling berbesanan dan menerima kedua pengantin dalam ikatan kekerabatan. Di penghujung prosesi, ibunda calon pengantin wanita menyerahkan Angsul-Angsul atau oleh-oleh berupa seperangkat makanan yang dibawa pulang oleh orang tua calon pengantin pria. Prosesi Midodareni pun berakhir dengan memberi makna yang mendalam bagi kedua calon pengantin dan keluarga untuk menyambut dan mempersiapkan diri untuk melangsungkan Akad Nikah di keesokan harinya.

Selamat kepada dr. SHISTY & dr. ARIE, semoga selalu bahagia dalam mengarungi bahtera kehidupan. 


Terima kasih kepada : dr. SHISTY & dr. ARIE
Make Up : Savitri Wedding
Decoration : Savitri Decor
Photo & Video : Sublimity Creative Imaging